Bahasa yang baik adalah bahasa yang sesuai dengan situasi. Sebagai alat komunikasi, bahasa harus dapat efektif menyampaikan maksud kepada lawan bicara. Karenanya, laras bahasa yang dipilih pun harus sesuai.
Ada lima laras bahasa yang dapat digunakan sesuai situasi. Berturut-turut sesuai derajat keformalannya, ragam tersebut dibagi sebagai berikut.
- Ragam beku (frozen); digunakan pada situasi hikmat dan sangat sedikit memungkinkan keleluasaan seperti pada kitab suci, putusan pengadilan, dan upacara pernikahan.
- Ragam resmi (formal); digunakan dalam komunikasi resmi seperti pada pidato, rapat resmi, dan jurnal ilmiah.
- Ragam konsultatif (consultative); digunakan dalam pembicaraan yang terpusat pada transaksi atau pertukaran informasi seperti dalam percakapan di sekolah dan di pasar.
- Ragam santai (casual); digunakan dalam suasana tidak resmi dan dapat digunakan oleh orang yang belum tentu saling kenal dengan akrab.
- Ragam akrab (intimate). digunakan di antara orang yang memiliki hubungan yang sangat akrab dan intim.
- Penggunaan kaidah tata bahasa normatif. Misalnya dengan penerapan pola kalimat yang baku: acara itu sedang kami ikuti dan bukan acara itu kami sedang ikuti.
- Penggunaan kata-kata baku. Misalnya cantik sekali dan bukan cantik banget; uang dan bukan duit; serta tidak mudah dan bukan nggak gampang.
- Penggunaan ejaan resmi dalam ragam tulis. Ejaan yang kini berlaku dalam bahasa Indonesia adalah ejaan yang disempurnakan (EYD). Bahasa baku harus mengikuti aturan ini.
- Penggunaan lafal baku dalam ragam lisan. Meskipun hingga saat ini belum ada lafal baku yang sudah ditetapkan, secara umum dapat dikatakan bahwa lafal baku adalah lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau bahasa daerah. Misalnya: /atap/ dan bukan /atep/; /habis/ dan bukan /abis/; serta /kalaw/ dan bukan /kalo/.
- Penggunaan kalimat secara efektif. Di luar pendapat umum yang mengatakan bahwa bahasa Indonesia itu bertele-tele, bahasa baku sebenarnya mengharuskan komunikasi efektif: pesan pembicara atau penulis harus diterima oleh pendengar atau pembaca persis sesuai maksud aslinya.
Jika saya perhatikan, semakin tidak benar bahasa saya sewaktu menulis atau berbicara, berarti semakin akrab hubungan saya dengan lawan bicara saya. Maaf, Mas Amal, saya belum bisa memenuhi imbauan untuk menggunakan bahasa yang benar di seluruh kicauan saya. Tapi saya usahakan untuk menggunakan bahasa yang baik.
Dan coba bayangkan kalau saya melakukan surel-menyurel dengan ragam resmi di Kampung. Bisa-bisa saya di-ban oleh Mbah Jambul.
Saya juga bukan seorang penutur yang demikian sempurna, sehingga bak buku tata bahasa berjalan. Bukan.
Yang dapat kita lakukan adalah mengusahakan dan memperbaiki terus. Dalih bahwa bahasa baku mengganggu keakraban dalam berkomunikasi tidak sepenuhnya benar. Ada beberapa trik yang dapat dipraktikkan dan ini relatif mudah. Salah satunya: jika ucapan ringkas tidak nyaman dijadikan baku, semisal, “nggak gampang,” coba diganti dengan, “tidak mudah, kawan!” Mitra bicara kita barangkali sedikit terkejut, namun akhirnya malah mencairkan suasana karena ucapan kita terdengar “sastrawi” (walau mungkin ini belum tepat juga).
Lebih-lebih jika kita berbicara di depan hadirin, di depan sekelompok orang, itu akan membawa suasana lebih enak: resmi namun tetap mengalir.
Saya tidak ragu di depan teman perempuan berkata, “Karena bunga tak kubawa, sudikah kutraktir es krim sekarang?”
Dari pengalaman saya, dia akan tersenyum manis.
Semua berkembang dan yang diamati biasanya takaran berkomitmen pada azas untuk berkembang itu sendiri atau benar-benar bebas dengan risiko membingungkan.
thx
*ngga punya kbbi*
Saya dan teman-teman seringnya nulis artikel keagamaan, dan agak terbentur dalam masalah kutipan Al-Qur’an.
Kalau kalimatnya,
Allah Ta’ala berfirman, “Segala puji…” (Qs. Surat: 12)
insya Allah mudah dipahami
Tapi kalo kalimatnya,
Firman Allah Ta’ala
Apa tepat kalo setelahnya pakai titik dua? Sehingga menjadi
Firman Allah Ta’ala: “Segala puji…”
Teman saya berpendapat itu lebih tepat pakai titik dua karena disamakan dengan kalimat kutipan yang diambil dari buku. (Kalau yg pertama kan kutipan perkataan).
Jadinya, contoh perkataan kutipan dari buku,
Pada buku “Sebuah Panduan Bahasa” disebutkan:
Nah, apakah tepat seperti itu?
Terima kasih sebelumnya.
salam
Saya penggemar bahasa Indonesia yang benar & baik.
Salam.
pemeparan anda memberi motifasi saya