Minggu, 04 Desember 2011

bahasa indonesia

Meskipun sudah sering didengar, ternyata belum semua orang memahami makna istilah “baik dan benar” dalam berbahasa. Tidak semua bahasa yang baik itu benar dan sebaliknya, tidak semua bahasa yang benar itu baik. Tentunya yang terbaik adalah bisa berbahasa dengan baik dan benar. Untuk dapat melakukannya, perlu dipahami dulu apa yang dimaksud dengan baik dan benar tersebut.

Bahasa yang baik adalah bahasa yang sesuai dengan situasi. Sebagai alat komunikasi, bahasa harus dapat efektif menyampaikan maksud kepada lawan bicara. Karenanya, laras bahasa yang dipilih pun harus sesuai.
Ada lima laras bahasa yang dapat digunakan sesuai situasi. Berturut-turut sesuai derajat keformalannya, ragam tersebut dibagi sebagai berikut.
  1. Ragam beku (frozen); digunakan pada situasi hikmat dan sangat sedikit memungkinkan keleluasaan seperti pada kitab suci, putusan pengadilan, dan upacara pernikahan.
  2. Ragam resmi (formal); digunakan dalam komunikasi resmi seperti pada pidato, rapat resmi, dan jurnal ilmiah.
  3. Ragam konsultatif (consultative); digunakan dalam pembicaraan yang terpusat pada transaksi atau pertukaran informasi seperti dalam percakapan di sekolah dan di pasar.
  4. Ragam santai (casual); digunakan dalam suasana tidak resmi dan dapat digunakan oleh orang yang belum tentu saling kenal dengan akrab.
  5. Ragam akrab (intimate). digunakan di antara orang yang memiliki hubungan yang sangat akrab dan intim.
Bahasa yang benar adalah bahasa yang sesuai dengan kaidah bahasa baku, baik kaidah untuk bahasa baku tertulis maupun bahasa baku lisan. Ciri-ciri ragam bahasa baku adalah sebagai berikut.
  1. Penggunaan kaidah tata bahasa normatif. Misalnya dengan penerapan pola kalimat yang baku: acara itu sedang kami ikuti dan bukan acara itu kami sedang ikuti.
  2. Penggunaan kata-kata baku. Misalnya cantik sekali dan bukan cantik banget; uang dan bukan duit; serta tidak mudah dan bukan nggak gampang.
  3. Penggunaan ejaan resmi dalam ragam tulis. Ejaan yang kini berlaku dalam bahasa Indonesia adalah ejaan yang disempurnakan (EYD). Bahasa baku harus mengikuti aturan ini.
  4. Penggunaan lafal baku dalam ragam lisan. Meskipun hingga saat ini belum ada lafal baku yang sudah ditetapkan, secara umum dapat dikatakan bahwa lafal baku adalah lafal yang bebas dari ciri-ciri lafal dialek setempat atau bahasa daerah. Misalnya: /atap/ dan bukan /atep/; /habis/ dan bukan /abis/; serta /kalaw/ dan bukan /kalo/.
  5. Penggunaan kalimat secara efektif. Di luar pendapat umum yang mengatakan bahwa bahasa Indonesia itu bertele-tele, bahasa baku sebenarnya mengharuskan komunikasi efektif: pesan pembicara atau penulis harus diterima oleh pendengar atau pembaca persis sesuai maksud aslinya.
Dari semua ciri bahasa baku tersebut, sebenarnya hanya nomor 2 (kata baku) dan nomor 4 (lafal baku) yang paling sulit dilakukan pada semua ragam. Tata bahasa normatif, ejaan resmi, dan kalimat efektif dapat diterapkan (dengan penyesuaian) mulai dari ragam akrab hingga ragam beku. Penggunaan kata baku dan lafal baku pada ragam konsultatif, santai, dan akrab malah akan menyebabkan bahasa menjadi tidak baik karena tidak sesuai dengan situasi.
Jika saya perhatikan, semakin tidak benar bahasa saya sewaktu menulis atau berbicara, berarti semakin akrab hubungan saya dengan lawan bicara saya. Maaf, Mas Amal, saya belum bisa memenuhi imbauan untuk menggunakan bahasa yang benar di seluruh kicauan saya. Tapi saya usahakan untuk menggunakan bahasa yang baik.
Dan coba bayangkan kalau saya melakukan surel-menyurel dengan ragam resmi di Kampung. Bisa-bisa saya di-ban oleh Mbah Jambul.
Perihal Ivan Lanin
Wikipediawan pencinta bahasa Indonesia dan pendukung Creative Commons.

23 Tanggapan untuk Bahasa Indonesia yang baik dan benar

  1. OpenIdea mengatakan:
    wah blog bagus.. kok baru tahu saya :)
  2. Amal mengatakan:
    Saya salinkan dari komentar saya di Facebook di bawah ini.
    Saya juga bukan seorang penutur yang demikian sempurna, sehingga bak buku tata bahasa berjalan. Bukan.
    Yang dapat kita lakukan adalah mengusahakan dan memperbaiki terus. Dalih bahwa bahasa baku mengganggu keakraban dalam berkomunikasi tidak sepenuhnya benar. Ada beberapa trik yang dapat dipraktikkan dan ini relatif mudah. Salah satunya: jika ucapan ringkas tidak nyaman dijadikan baku, semisal, “nggak gampang,” coba diganti dengan, “tidak mudah, kawan!” Mitra bicara kita barangkali sedikit terkejut, namun akhirnya malah mencairkan suasana karena ucapan kita terdengar “sastrawi” (walau mungkin ini belum tepat juga).
    Lebih-lebih jika kita berbicara di depan hadirin, di depan sekelompok orang, itu akan membawa suasana lebih enak: resmi namun tetap mengalir.
    Saya tidak ragu di depan teman perempuan berkata, “Karena bunga tak kubawa, sudikah kutraktir es krim sekarang?”
    Dari pengalaman saya, dia akan tersenyum manis. :)
  3. geblek mengatakan:
    ngobrol dengan bahasa yg baik dan benar tapi bisa menyingkat waktu itu caranya bagiamana
  4. gombang mengatakan:
    Wah, contoh kata-kata tidak bakunya sudah masuk kamus semua…
  5. Firman Firdaus mengatakan:
    Kalau saya kembali ke prinsip dasar bahwa “bahasa” hanyalah alat komunikasi yang bersifat arbitrer (manasuka). Jadi selama kedua belah pihak yang berkomunikasi mengerti apa yang dimaksud, dengan bahasa yang bagaimanapun, ya tujuan bahasa sudah tercapai.
    • Amal mengatakan:
      Selalu ada keseimbangan antara manasuka dan aturan yang disepakati bersama untuk hal-hal di ruang publik, termasuk cara berlalu-lintas, pemakaian taman, hingga berbahasa. Ada kepentingan sekelompok orang dan itu cukup sederhana, namun ada kepentingan lebih luas agar lebih banyak pihak “selamat.” Supaya tidak perlu terjadi kecelakaan hanya karena pengendara tidak faham cara belok yang benar atau memberi tanda berhenti.
      Semua berkembang dan yang diamati biasanya takaran berkomitmen pada azas untuk berkembang itu sendiri atau benar-benar bebas dengan risiko membingungkan. :)
  6. acha mengatakan:
    om, pada point 4 di “bahasa yang benar” ada kata “kalaw”, itu salah ketik atau memang begitu adanya. saya sudah cek di bahtera.org, kata yang ada “kalau” http://bit.ly/a2u74x sedangkan kalaw tidak ada http://bit.ly/c1R4OG
    thx :D
    *ngga punya kbbi*
  7. Arham Blogpreneur mengatakan:
    Rasanya bahasa yg benar adalah bahasa yg bisa dipahami lawan konversasi. Secara subtansial sih bgtu. ;-)
  8. cizkah mengatakan:
    Mas, maaf ya tanya dari sini. Mo tanya dari twiiter kepanjangan, mo tanya dari email juga gak tau.
    Saya dan teman-teman seringnya nulis artikel keagamaan, dan agak terbentur dalam masalah kutipan Al-Qur’an.
    Kalau kalimatnya,
    Allah Ta’ala berfirman, “Segala puji…” (Qs. Surat: 12)
    insya Allah mudah dipahami
    Tapi kalo kalimatnya,
    Firman Allah Ta’ala
    Apa tepat kalo setelahnya pakai titik dua? Sehingga menjadi
    Firman Allah Ta’ala: “Segala puji…”
    Teman saya berpendapat itu lebih tepat pakai titik dua karena disamakan dengan kalimat kutipan yang diambil dari buku. (Kalau yg pertama kan kutipan perkataan).
    Jadinya, contoh perkataan kutipan dari buku,
    Pada buku “Sebuah Panduan Bahasa” disebutkan:
    Nah, apakah tepat seperti itu?
    Terima kasih sebelumnya.
  9. didot mengatakan:
    kalo gak salah di jawa pun tingkatan bahasanya banyak ya,tergantung bicara sama siapa,terus di cina juga ada tingkatan (kesopanan) bahasa.. ya kurang lebih sebenernya sama lah,tapi jaman sekarang secara gak resmi aja mungkin. Yang penting emang harus tau aja kapan dan dimana bicara yg baik dan benar tentunya biar gak bikin kita salah ngomong.
    salam
  10. Pingback: Terapi kejut bahasa « nan tak (kalah) penting
  11. Sigit Kurniawan mengatakan:
    Saya sepakat soal bahasa yang baik dan benar. Tapi, tidak kaku. Termasuk dalam pilihan diksi. Di beberapa konteks tulisan, saya lebih senang memakai “gampang”, “kudu”, “emoh”, “doyan”, dan sebagainya. Selain diksi yang diserap dari bahasa daerah tersebut memperkaya khasanah bahasa Indonesia juga memberi aksen artistik pada tulisan sehingga tidak kaku. Saya mengamini setiap kata maupun diksi itu punya roh yang tak tergantikan seturut konteks penulisannya. Salam!
  12. Pingback: Mikroblog versus blog « nan tak (kalah) penting
  13. gery dirgantara mengatakan:
    menurut saya, susah membedakan bahasa indonesia yang baik dan benar di zaman sekarang. meskipun saya terkadang mencoba berbahasa indonesia dengan baik tetapi saya sering kali terbawa arus oleh lawan bicara yang menggunakan bahasa indonesia yang tidak baku. menghadapi hal tersebut, apa yang saya harus lakukan ? agar lawan bicara mampu mengikuti saya, dalam pembelajaran bahasa indonesia yang baik dan benar.
  14. ermin mengatakan:
    Terima kasih tulisan ini sangat cocok, dalam mengajar apalagi kepada orang asing menguraikan tata bahasa sangatlah tidak mudah, sebab tiada keseragaman, jadi intinya adalah komunikasi lancar dari dua arah dan saling memahami, itu saja sudah cukup. Tapi pengajaran tata bahasa formal dalam kantor, rapat direksi perlu diajarkan kata2 yang seharusnya dipakai mis: anda semua gantinya kalian.
    Saya penggemar bahasa Indonesia yang benar & baik.
    Salam.
  15. Rongsokan jaya mengatakan:
    jujur aq sangat suka sama artikelnya, terima kasih ya…hehe
  16. Andrianti paputungan mengatakan:
    Terus apa makna dari kalimat bahasa indonesia yang baik belum tentu benar dan bahasa Indonesia yang benar belum tentu baik
  17. fio mengatakan:
    saya bangga menggunakan bahasa indonesia
    pemeparan anda memberi motifasi saya
  18. zaman mengatakan:
    bagus artikelnya…
  19. Aryana Rifai mengatakan:
    Terimah kasih, blognya sangat membantu penyelesaian tugas saya.
  20. arif mengatakan:
    sangat membantu sekali…
  21. Pingback: Bahasa ‘alay’: diresahkan atau dirayakan? | The Journal

Tinggalkan Balasan

Fill in your details below or click an icon to log in:
Gravatar